Selasa, 24 Januari 2017

Satu tahun sudah berlalu semenjak terakhir kulihat dia. Wajahnya yang berantakan, wajahnya yang sudah berpura-pura tegar padahal kutahu dia sudah banyak menderita. Sambil menangis perlahan-lahan ia memasangkan wrap hand ke kedua kepalan tanganku. Tetesan air mata yang membasahi kedua kepalan tanganku membuatku semakin membenci mereka, membenci hidupku, membenci semuanya yang dulu pernah berlalu. Dengan sangat geram dan sangat mendalamnya, kutatap para petarung lainnya yang telah menendang, menginjak, juga telah melecehkan gadis yang sangat kucintai ini masih tertawa dengan lantangnya. Gadisku tercinta sudah selesai memasang wrap hand dan kini ia bertopang di lututku sambil menangis sesegukan. Kubelai kepalanya dengan sangat lembut. Bersyukur ia tidak melihat wajahku saat ini.

Akhirnya suara dari pengeras suara itu memanggil kami, para petarung. Satu persatu para pria bertelanjang dada yang sedari tadi satu ruangan denganku keluar melalui sebuah lorong yang mengantarkan kami ke arena pertarungan. Suara hingar bingar para penonton dari arena itu semakin kencang dan para petarung pun terlihat semakin angkuh, membayangkan bahwa dirinya akan menjadi juara di malam ini dan para penonton pun semakin mengeluk-elukan dirinya. Hanya diriku seorang petarung yang masih berada di ruang kosong, remang, dan sangat tercium suasana kekerasan dan ketakutannya. Sang gadis pergi meninggalkanku sendiri entah kemana, dan diriku telah melangkah menuju arena tersebut.

Arena kandang yang telah diisi oleh para petarung termasuk diriku akan menjadi saksi bisu tentang perjuanganku untuk memberikan kebebasan sang gadis dari perbudakan. Apabila aku menang dari mereka, walaupun harus sampai mati setelah pertarungan akhir ini, maka gadis itu akan terbebas dari perbudakannya dari dunia yang laknat ini. Itu adalah hadiah yang kuminta. Babak ini adalah eliminasi, dan siapapun yang kalah, ia harus mati. Wajar saja, ini adalah pertarungan ilegal, dan manusia senang melihat darah. Pertarungan pun berjalan dengan penuh darah.

***
Tiga tahun telah berlalu semenjak pertarungan mengerikan itu. Ya, akulah pemenangnya dan harusnya gadis itu telah terbebas. Namun, aku sama sekali tidak berhasil menemukan dimanakah dirinya sekarang ini. Bagaimana kah kabarnya, tinggal dimana, apa kesibukannya, atau apapun itu mengenai dirinya. Namun, aku tak tahu mengapa, walau tak pasti, ia pasti masih hidup. Walaupun kini kehidupaku sudah sangat mapan, dan banyak wanita yang sangat menginginkanku, namun aku masih melajang karena sangat mengharapkan supaya sang gadis yang sudah kucintai saat SMA itu dapat bertemu denganku dan hidup bahagia bersama selamanya.

Namun, malam itu, sebuah artikel di laman website telah mengatakan bahwa beberapa orang pecinta alam telah menemukan tulang kerangka manusia berpakaian lusuh ketika sedang menjelajahi sebuah hutan. Hutan itu terletak tak jauh dari arena pertarungan, usia kerangka itu adalah tiga tahun semenjak pertarungan tersebut, dan pakaian lusuh itu adalah yang terakhir kulihat melekat di tubuh gadisku, tiga tahun yang lalu. Lalu sambil menangis aku tertidur, berharap di mimpi aku masih dapat melihat dirinya, hanya untuk mengucapkan salam perpisahan.