Selasa, 21 Juni 2016

Dua Sisi

Tiang pancung berdiri kokoh di atas tebing batu. sinar tajam pisaunya memantulkan cahaya yang telah terpantulkan oleh sinar matahari yang berdiri tepat di atasnya. tali tebal yang telah menahannya siap untuk dipotong dan langsung memotong apapun yang ertengger di atas bukit itu dan dibawahnya si pisau tajam yang sangat besar dan terlihat berat menggantung di atas kayu sangat tinggi dan berat. Sedangkan, di sebelah benda kayu itu, terdapat sebilah kapak besar tergeletak begitu saja.

Aku tak mau mati. sungguh.
lewat jendela kecil di dalam penjara yang kumuh ini, masih kulihat si papan pancung itu berdiri kokoh. aku masih ingin terus hidup, namun tubhku sudah tak tahan lagi. tubuhku sudah rusak karena pertarungan bertubi-tubi yang harus kulakukan hanya demi terus dapat melihat dia. dia yang sudah lampau kusia-siakan karena kesibukanku supaya dapat menghadapi mereka yang memburuku tanpa harus kehilangan dia ternyata berakibat seperti ini.

hanya tinggal beberapa saat, sebelum para penjaga dan algojo datang ke ruangan ini, membawakan permintaan terakhirku, lalu mengeksekusiku untuk terakhir kalinya di bawah tiang pancung.

***
Tiang letaknya sangat kecil, begitu yang kulihat dari kejauhan. mungil seperti pajangan kecil, tapi itulah benda mematikannya. sepertinya siang ini sangat terik sehingga pisau pancungnya trlihat begitu mengkilap di atas benda kayu yang kecil itu. 

Hari ini ada satu orang yang akan dieksekusi dengan menggunakan benda itu. Seorang pria yang telah lama tak mau bersamaku dan memilih mereka yang jahanam yang membuat hidupku sengsara. hingga pada bebeapa saat kemudian akhirnya dia kembali melihatku namun aku sudah tidak mau tinggal di dunia itu. 

Bukan hanya sekali ia membujukku supaya aku mau pulang bersamanya. akus udah berkali-kali mengusirnya supaya dia tidak kenapa-kenapa. Toh, dia sudah bukan milikku lagi. aku sudah menjual dia, demi keselamatanku dan teman-temanku yang pada akhirnya mereka juga menjauhiku.

Tapi kenapa dia kembali? bukan tanpa pengorbanan dan perjuangan, sudah tak terhitung berapa banyak musuh yang harus dihadapinya yang memang kuutus untuk mengakhiri hidupnya. setidaknya membuat dia pergi meninggalkan tempat ini. Tapi dia begitu kuat dan sampai sekarang dia masih hidup dengan keadaanya yang begitu tragis.

Kutinggalkan jendela kamarku setelah sedari tadi melamun memandangi tiang pancung yang tetap berdiri kokoh.

***

Pesananku datang. mereka telah membawakanku selembar kertas dan bolpoin, serta sebuah coklat. dengan sekuat tenaga dan tetap berusaha menahan rasa sakit yang amat sangat aku menghampiri sebuah meja dimana mereka meletakkan benda-benda itu. lalu dengan sangat perlahan aku duduk di bangku tersebut. 

aku ingat coklat ini. coklat murahan yang adalah makanan terakhir yang ia berikan padaku sebelum aku benar-benar mengacuhkannya. rasanya tidka begitu enak, namun coklat itu membuatku terus bertahan. aku benar-benar tidak mau mati.

Aku menuliskan sesuatu, berharap nanti dia datang dan membacanya. semakin kusantap coklat itu, aku semakin bertekad untuk bertahan hidup dan menghindari tiang pancung itu.

Dan entah mengapa aku mempunyai tenaga dan akhirnya membunuh para penjaga dan algojo itu. lalu bersembunyi di salahs atu ruangan tersebut.

Aku telah bebas, saatnya aku menculik dia untuk kembali ke rumahnya yang sesungguhnya. dan membuat keadaannya jauh lebih baik.

***
Acara eksekusi itu harusnya sudah selesai. mungkin para pelayan sudah membuang jasadnya. 
Lalu aku mendatangi penjara tempat ia ditahan. namun ada sesuatu yang aneh dari meja di dalam ruangan itu. sebuah bungkus coklat yang isinya telah dimakan, selembar kertas, dan sebuah pena.

Itu bukan bungkus coklat biasa. itu adalah coklat terakhir sebelum akhirnya dia mengacuhkanku. dan beberapa kalimat dalam kertas itu membuatku menangis.

Aku tidak berubah
masih sama seperti yang dulu
masih mencintaimu seperti dulu
kembalilah pulang
aku yang terus mencintaimu 
akan tetap berusaha membuat segalanya menjadi lebih baik

Tapi dia telah berubah. aku sangat benci dia. harusnya dia mati saja.
Air mataku meleleh, lututku melemas dan akhirnya terjatuh ke bawah. air mata terus mengalir. aku tahu, pasti dia masih hidup.

***
Saat itu harapanku untuk hidup sudah tidak ada lagi. Ia yang adalah alasanku untuk tetap bertahan ternyata sangat menginginkanku untuk mati. Ia yang begitu meraung-raung, tubuhnya yang jatuh bertelut di bawah tanah itu telah membuatnya kotor.
Tapi bukan bajunya yang membuatku menangis.
Tapi dia yang begitu menginginkanku untuk menjadi korban eksekusi itu.

Tiang pancung masih berdiri dengan kokoh disana
sedangkan aku yang tidak ingin jauh darinya tidak berani untuk memandangnya, jadi aku hanya bisa menangis di persembunyianku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar