Minggu, 23 Juli 2017

Balada Matahari dan Bulan



"Kata mereka, aku adalah bintang. Tapi, kenapa bintang itu ada juga pada siang hari?" Ternyata matahari sedang melamun ketika sedang mengerjakan tugasnya.

"Ya, karena memang sekarang saatnya kamu harus bekerja. Kamu, kan matahari" sahut awan kumulus yang seharian ini terus berdiam diri menemani sang bintang. "beruntunglah kamu. karena aku ada disini. Jadi para mahluk hidup yang ada di bawah kita tidak terlalu merasakan panas." ucap sang awan beberapa saat kemudian.

"Ya, memang. tapi tahukah kamu bahwa kamulah yang menyebabkan para pesawat mengalami turbulensi." Ucap matahari yang mulai tidak suka akan kecongkakan rekan kerjanya itu.


                                                                                    ***

"Kata mereka, aku ini bintang. Bintang itu, kan harusnya berwarna putih bersinar dan ukurannya kecil, tapi kenapa aku bentuknya malah lebih besar daripada kalian dan berwarna kuning?" Tanya sang bulan kepada para bintang yang ada disekitarnya.

"Dan lihatlah lagi. kami ini jumlahnya banyak daripadamu." Ucap bintang. "lagipula, kamu berwarna kuning karena para mahluk hidup yang ada di planet bumi melihat kamu yang berwarna kuning. mungkin akan beda cerita kalau dilihat dari sisi planet lain. merkuri misalnya? yang letaknya paling dekat denganmu."

"Atau coba saja kalau kamu tanyakan ke mahluk yang ada di planet Jupiter. mungkin kamu akan dianggap bintang?" Ucap sang bintang lainnya.

"Benar juga, ya." Lalu bulan, pun berhenti melamun. dan ia pun tersadar bahwa sebenarnya jaraknya tak terlalu dekat dengan para bintang itu.

                                                                    ***

                                             Sebenarnya bulan dan matahari itu sama, 
                                            hanya saja  ia berada di waktu yang berbeda
                                                              

Selasa, 24 Januari 2017

Satu tahun sudah berlalu semenjak terakhir kulihat dia. Wajahnya yang berantakan, wajahnya yang sudah berpura-pura tegar padahal kutahu dia sudah banyak menderita. Sambil menangis perlahan-lahan ia memasangkan wrap hand ke kedua kepalan tanganku. Tetesan air mata yang membasahi kedua kepalan tanganku membuatku semakin membenci mereka, membenci hidupku, membenci semuanya yang dulu pernah berlalu. Dengan sangat geram dan sangat mendalamnya, kutatap para petarung lainnya yang telah menendang, menginjak, juga telah melecehkan gadis yang sangat kucintai ini masih tertawa dengan lantangnya. Gadisku tercinta sudah selesai memasang wrap hand dan kini ia bertopang di lututku sambil menangis sesegukan. Kubelai kepalanya dengan sangat lembut. Bersyukur ia tidak melihat wajahku saat ini.

Akhirnya suara dari pengeras suara itu memanggil kami, para petarung. Satu persatu para pria bertelanjang dada yang sedari tadi satu ruangan denganku keluar melalui sebuah lorong yang mengantarkan kami ke arena pertarungan. Suara hingar bingar para penonton dari arena itu semakin kencang dan para petarung pun terlihat semakin angkuh, membayangkan bahwa dirinya akan menjadi juara di malam ini dan para penonton pun semakin mengeluk-elukan dirinya. Hanya diriku seorang petarung yang masih berada di ruang kosong, remang, dan sangat tercium suasana kekerasan dan ketakutannya. Sang gadis pergi meninggalkanku sendiri entah kemana, dan diriku telah melangkah menuju arena tersebut.

Arena kandang yang telah diisi oleh para petarung termasuk diriku akan menjadi saksi bisu tentang perjuanganku untuk memberikan kebebasan sang gadis dari perbudakan. Apabila aku menang dari mereka, walaupun harus sampai mati setelah pertarungan akhir ini, maka gadis itu akan terbebas dari perbudakannya dari dunia yang laknat ini. Itu adalah hadiah yang kuminta. Babak ini adalah eliminasi, dan siapapun yang kalah, ia harus mati. Wajar saja, ini adalah pertarungan ilegal, dan manusia senang melihat darah. Pertarungan pun berjalan dengan penuh darah.

***
Tiga tahun telah berlalu semenjak pertarungan mengerikan itu. Ya, akulah pemenangnya dan harusnya gadis itu telah terbebas. Namun, aku sama sekali tidak berhasil menemukan dimanakah dirinya sekarang ini. Bagaimana kah kabarnya, tinggal dimana, apa kesibukannya, atau apapun itu mengenai dirinya. Namun, aku tak tahu mengapa, walau tak pasti, ia pasti masih hidup. Walaupun kini kehidupaku sudah sangat mapan, dan banyak wanita yang sangat menginginkanku, namun aku masih melajang karena sangat mengharapkan supaya sang gadis yang sudah kucintai saat SMA itu dapat bertemu denganku dan hidup bahagia bersama selamanya.

Namun, malam itu, sebuah artikel di laman website telah mengatakan bahwa beberapa orang pecinta alam telah menemukan tulang kerangka manusia berpakaian lusuh ketika sedang menjelajahi sebuah hutan. Hutan itu terletak tak jauh dari arena pertarungan, usia kerangka itu adalah tiga tahun semenjak pertarungan tersebut, dan pakaian lusuh itu adalah yang terakhir kulihat melekat di tubuh gadisku, tiga tahun yang lalu. Lalu sambil menangis aku tertidur, berharap di mimpi aku masih dapat melihat dirinya, hanya untuk mengucapkan salam perpisahan. 

Rabu, 24 Agustus 2016

Tapak Suci. Salah Satu Keindahan Dari Jogjakarta


Tapak Suci Putera Muhammadiyah atau yang biasa disingkat dan kita tahu bernama Tapak Suci adalah salah satu jenis beladiri pencak silat yang berasal dari kota berbudaya yang bernama Jogjakarta. berawal dari suatu acara besar yang diadakan dari Tantungan Project yang bernama Pencak 4 Jam yang saat itu diadakan pada sabtu sore di Malioboro, lagi-lagi aku mendapatkan kesempatan untuk menikmati atraksi dari beberapa aliran pencak silat yang tersebar di nusantara dan beberapa aliran beladiri yang berasal dari luar Indonesia. dan salah satu aliran pencak silat yang ditampilkan saat itu adalah Tapak Suci. Saat itu, aku memang sengaja untuk memutuskan pergi kesana dari Ciledug bersama kedua temanku yang salah satunya adalah teman gerejaku. Ya, memang. Kami saat itu begitu berniat untuk pergi dan menyaksikan acara tersebut untuk menambah wawasan mengenai dunia beladiri walaupun kami bertiga rela untuk menghabiskan waktu lebih dari stengah hari untuk berdiam di dalam bus yang saat itu sedang mengantarkan kita menuju Jogjakarta dan menurunkan kami di Stasiun Jombor pada pukul 5 pagi (saat itu aku benar-benar tidak bisa tidur di dalam bus).
akhirnya saat istirahat itu tiba. Setelah aku dan kedua temanku selesai menikmati angkringan yang telah disediakan oleh pihak penyelenggara, berkat dukungan dari kedua temanku, akhirnya aku memberanikan diri untuk mewawancara beberapa gadis beladiri Pencak Silat Tapak Suci yang saat itu  juga sedang beristirahat setelah tampil di atas panggung. Mereka bertiga bernama Azura, Isna, dan Yunir. Dan dari mereka bertiga akhirnya wawasanku tentang Pencak Silat Tapak Suci semakin bertambah.

Tapak Suci didirikan pada tanggal 1 Juli oleh seorang pendekar yang bernama Barrie Irsyad yang datang dari Banjarnegara. Ia membentuk perguruan Tapak Suci dari 3 perguruan besar dari Kauman yaitu perguran Cikauman, Seranoman, dan Kasegu. Kauman adalah nama salah satu kampung yang terletak di pusat Kota Jogjakarta tepatnya terletak di belakang Masjid Agung.
Pencak silat yang seragamnya berwarna merah ini menamakan teknik dan gerakan-gerakan jurusnya dengan nama-nama yang mudah diingat seperti Gerakan Mawar karena bentuknya menyerupai mawar ketika sedang menangkis dan Sambaran Naga ketika menyerang ke depan. Karena pada jaman itu, mereka memang menamakan gerakan-gerakan tersebut karena pada saat berperang, mereka tidak mungkin harus mengingat nama-nama gerakan yang sulit untuk diingat. Jadi, mereka menamakan gerakan-gerakan tersebut berdasarkan apa yang mudah diingat dan yang mudah dilihat.
Beladiri ini adalah otonom dari Muhammadiyah. Dan memang mereka menggunakan rumpun Muhammadiyah karena memang perguruan pencak silat itu berdiri sendiri. Walaupun kini jaman sudah jauh lebih modern dan sudah pasti berbeda dari waktu lahirnya Pencak silat Tapak Suci, mereka masih menggunakan dasar yang sama tetapi cara pengaplikasiannya lebih disesuaikan dengan kehidupan masyarakat luas sehingga masyarakat modern pun bisa menangkap maksud dari beladiri ini.
Kini Tapak Suci sudah terkenal sampai kalangan internasional seperti Austria, Jerman, dan Mesir. Dan Mereka berharap supaya Tapak Suci dan semua aliran pencak silat di Indonesia ini tetap dilestarikan karena Tapak Suci pun adalah salah satu aliran pencak silat dan pencak silat itu berasal dari Indonesia, jadi mereka dan aku pun berharap supaya pencak silat ini tetap dipertahankan dan dikembangkan.

Tapak suci berasal dari kota yang kaya budaya yang bernama Jogjakarta, dan aku hanyalah salah satu orang biasa yang sangat menyukai seni dan budaya sehingga dengan menggunkan Lion Air aku ingin sekali untuk mengunjungi kota itu lagi untuk sekali lagi menikmati keindahan seni dan budayanya. apalagi karena letak Bandara Adi Sucipto yang bisa diakses dengan menggunakan Trans Jogja apalagi kalau Airpaz.com selalu menyediakan  tiket pesawat murah. apalagi kalau ternyata aku mendapatkan tiket itu gratis dari Airpaz.com. 

Selasa, 21 Juni 2016

Dua Sisi

Tiang pancung berdiri kokoh di atas tebing batu. sinar tajam pisaunya memantulkan cahaya yang telah terpantulkan oleh sinar matahari yang berdiri tepat di atasnya. tali tebal yang telah menahannya siap untuk dipotong dan langsung memotong apapun yang ertengger di atas bukit itu dan dibawahnya si pisau tajam yang sangat besar dan terlihat berat menggantung di atas kayu sangat tinggi dan berat. Sedangkan, di sebelah benda kayu itu, terdapat sebilah kapak besar tergeletak begitu saja.

Aku tak mau mati. sungguh.
lewat jendela kecil di dalam penjara yang kumuh ini, masih kulihat si papan pancung itu berdiri kokoh. aku masih ingin terus hidup, namun tubhku sudah tak tahan lagi. tubuhku sudah rusak karena pertarungan bertubi-tubi yang harus kulakukan hanya demi terus dapat melihat dia. dia yang sudah lampau kusia-siakan karena kesibukanku supaya dapat menghadapi mereka yang memburuku tanpa harus kehilangan dia ternyata berakibat seperti ini.

hanya tinggal beberapa saat, sebelum para penjaga dan algojo datang ke ruangan ini, membawakan permintaan terakhirku, lalu mengeksekusiku untuk terakhir kalinya di bawah tiang pancung.

***
Tiang letaknya sangat kecil, begitu yang kulihat dari kejauhan. mungil seperti pajangan kecil, tapi itulah benda mematikannya. sepertinya siang ini sangat terik sehingga pisau pancungnya trlihat begitu mengkilap di atas benda kayu yang kecil itu. 

Hari ini ada satu orang yang akan dieksekusi dengan menggunakan benda itu. Seorang pria yang telah lama tak mau bersamaku dan memilih mereka yang jahanam yang membuat hidupku sengsara. hingga pada bebeapa saat kemudian akhirnya dia kembali melihatku namun aku sudah tidak mau tinggal di dunia itu. 

Bukan hanya sekali ia membujukku supaya aku mau pulang bersamanya. akus udah berkali-kali mengusirnya supaya dia tidak kenapa-kenapa. Toh, dia sudah bukan milikku lagi. aku sudah menjual dia, demi keselamatanku dan teman-temanku yang pada akhirnya mereka juga menjauhiku.

Tapi kenapa dia kembali? bukan tanpa pengorbanan dan perjuangan, sudah tak terhitung berapa banyak musuh yang harus dihadapinya yang memang kuutus untuk mengakhiri hidupnya. setidaknya membuat dia pergi meninggalkan tempat ini. Tapi dia begitu kuat dan sampai sekarang dia masih hidup dengan keadaanya yang begitu tragis.

Kutinggalkan jendela kamarku setelah sedari tadi melamun memandangi tiang pancung yang tetap berdiri kokoh.

***

Pesananku datang. mereka telah membawakanku selembar kertas dan bolpoin, serta sebuah coklat. dengan sekuat tenaga dan tetap berusaha menahan rasa sakit yang amat sangat aku menghampiri sebuah meja dimana mereka meletakkan benda-benda itu. lalu dengan sangat perlahan aku duduk di bangku tersebut. 

aku ingat coklat ini. coklat murahan yang adalah makanan terakhir yang ia berikan padaku sebelum aku benar-benar mengacuhkannya. rasanya tidka begitu enak, namun coklat itu membuatku terus bertahan. aku benar-benar tidak mau mati.

Aku menuliskan sesuatu, berharap nanti dia datang dan membacanya. semakin kusantap coklat itu, aku semakin bertekad untuk bertahan hidup dan menghindari tiang pancung itu.

Dan entah mengapa aku mempunyai tenaga dan akhirnya membunuh para penjaga dan algojo itu. lalu bersembunyi di salahs atu ruangan tersebut.

Aku telah bebas, saatnya aku menculik dia untuk kembali ke rumahnya yang sesungguhnya. dan membuat keadaannya jauh lebih baik.

***
Acara eksekusi itu harusnya sudah selesai. mungkin para pelayan sudah membuang jasadnya. 
Lalu aku mendatangi penjara tempat ia ditahan. namun ada sesuatu yang aneh dari meja di dalam ruangan itu. sebuah bungkus coklat yang isinya telah dimakan, selembar kertas, dan sebuah pena.

Itu bukan bungkus coklat biasa. itu adalah coklat terakhir sebelum akhirnya dia mengacuhkanku. dan beberapa kalimat dalam kertas itu membuatku menangis.

Aku tidak berubah
masih sama seperti yang dulu
masih mencintaimu seperti dulu
kembalilah pulang
aku yang terus mencintaimu 
akan tetap berusaha membuat segalanya menjadi lebih baik

Tapi dia telah berubah. aku sangat benci dia. harusnya dia mati saja.
Air mataku meleleh, lututku melemas dan akhirnya terjatuh ke bawah. air mata terus mengalir. aku tahu, pasti dia masih hidup.

***
Saat itu harapanku untuk hidup sudah tidak ada lagi. Ia yang adalah alasanku untuk tetap bertahan ternyata sangat menginginkanku untuk mati. Ia yang begitu meraung-raung, tubuhnya yang jatuh bertelut di bawah tanah itu telah membuatnya kotor.
Tapi bukan bajunya yang membuatku menangis.
Tapi dia yang begitu menginginkanku untuk menjadi korban eksekusi itu.

Tiang pancung masih berdiri dengan kokoh disana
sedangkan aku yang tidak ingin jauh darinya tidak berani untuk memandangnya, jadi aku hanya bisa menangis di persembunyianku.

Selasa, 13 Oktober 2015

Siluet cahaya masuk ke dalam kamar yang remang-remang. Aku terbangun di pagi hari yang anehnya bahkan semangat pun tak menyambutku. Mimpi semalam masih sama seperti malam-malam yang lalu. Apakah mungkin malam ini bunga tidur tetap melantunkan nyanyian yang sama?
Kupalangkan kepalaku ke samping. di sebelah tempat tidurku terdapat sebuah foto seorang gadis yang terbingkai manis. senyum lebarnya tertampang jelas disana. Wajah yang terdapoat di bingkai itu, selalu menjadi tokoh sentral di bunga tiduirku akhir-akhir ini. bukan, tetapi seminggu setelah kehadirannya sudah tak disekitarku. aku segera beranjak duduk di samping tempat tidurku dan memandangnya.
"Kenapa?"
Jujur saja. aku tak tahu dia ada dimana sekarang. semenjak kejadian itu ia sudah tidak memunculkan batang hidungnya di hadapanku. ia... seolah-olah menghilang dimakan bumi. namun anehnya, semenjak kepergiannya itu, hal-hal mistis itu selalu menghiasi kamarku. Awalnya. Aku, sebagai seorang pria yang berfikir logis tidak percaya sedikitpun akan dunia mistis atau spuranatural atau apapun itu. namun, semakin kutangkis semua hal yang tak masuk akal itu, hal-hal itu semakin nyata terlihat di mataku sehingga kepercayaanku itu semakin memudar.
***
Si gadis. aku tak tahu nama aslinya maupun nama panggilannya. Dia mengumpat-umpat mencari kesempatan untuk memandangku. aku yang sellau dikelilingi oleh orang-orang yang menyukaiku. Anehnya, justru gadis yang seperti itu yang aku sukai. Ia tidak agresif, penyayang, dan kalem. 
Namun sayangnya, sepandai-pandainya tupai melopmpat, pasti ia terjatuh pula. Orang-orang mulai curiga padanya hingga menganggap gadis itu adalah seorang penguntit membuatnya semakin jauh daripadaku. namun, bukan hanya itu. ternyata kecurigaan, kebencian dan mungkin rasa mereka yang terlalu melindungi idola mereka yang terlalu tinggi hingga pada saat itu membuat si gadis menghilang.
Aku tak tahu apa yang telah mereka perbuat. Yang kulihat terakhir kali saat itu hanyalah senyum akhirnya yang terus terbayang sampai sekarang. seolah-olah gadis itu mengatakan "selamat tinggal".
***
Foto yang sedari tadi kupegang kini kuletakkan kembali ke tempatnya yang semula. ketika kulayangkan pandanganku dari foto tersebut, terdengar suara sesuatu yang jatuh dan terpecah. ternyata yang jautuh itu adalah bingkai foto Si Gadis. Cukup sudah semua bukti yang kulihat. 
"Siapapun kamu, tunjukkan wujudmu!" Lalu sebuah hantu menunjukkan wujudnya. wujudnya sama seperti yang di foto -- Si Gadis.
Aku tak mau kehilangan dia. Dengan cepat aku menutup semua celah ke luar sehingga ia tidak dapat keluar dari ruanganku. Ia marah dan mulai memasuki tubuhku. Dan ia berusaha menghancurkan tubuhku.
Setelah puas, ia kini keluar dari tubuhku. Tubuhku penuh darah namun aku tidak marah. 
"Apa yang telah mereka perbuat?" Ia tidak berkata, namun ia menulis sesuatu di tembok.
Aku ingin bebas
"Tak akan kubebaskan. tidakkah kamu menyadari betapa aku merindukanmu? kamu telah membuatku seperti ini"
Mengapa?
"Aku ingin selamanya bersamamu"
Kita ini berbeda. aku ada selamanya sedangkan kamu adalah manusia yang tua dan akhirnya berkeluarga. Tua. banyak yang akan menangisimu ketika pergi.
"Aku tak mau bersamanya. aku sungguh-sungguh ingin bersamamu. beritahukan aku bagaimana caranya untuk bisa selamanya bersamamu"
Gadis itu berpaling dari tembok dan dengan cepat ia merasukiku lagi. Aku keluar dari tubuhku dan menyaksikan sendiri bagaimana gadis itu membuka jendela, membawa tubuhku melompat dari jendela di lantai 12. Tubuhku hancur dan tak mungkin diselamatkan. 

Kamis, 16 Oktober 2014

Nenek di sebuah gubuk

"Dasar Kerbau! ayo cepat diangkut barang itu sebelum mereka berhasil menangkap kita!" Maki bapak-bapak yang terus mengomandoi kumpulan orang-orang yang sedang mengangkut beberapa barang curiannya sambil menendang-nendang pundak salah seorang anak buahnya. Masa itu semakin mendekat. Dengan beberapa obor yang beberapa dari mereka pegang, mereka menjadi begitu bercahaya dan lebih menyeramkan. Mungkin karena beberapa senjata tajam yang terlihat berkarat. Seorang komando yang daritadi terus berteriak itu kelihatan semakin panik dan akhirnya dirinya pun juga membantu anak-anak buahnya.
"Akhirnya terangkut semua. ayo kita segera pergi!" Perintah bapak-bapak itu dan mereka pun akhirnya dengan sekuat tenaga mendorong gerobak itu. selagi beberapa langkah kemudian mereka berhasil menghilang dari pandangan orang-orang yang mengejar mereka.
"Sial! aku tidak kuat lagi!" ucap salah seorang anak buah yang badannya lebih kecil dibanding yang lainnya.
"Dasar pemalas! untuk yang beratnya segini ringan saja kamu tak sanggup? percuma aku membayar mahal untukmu!" Maki bapak-bapak itu lagi.
"Hah! dasar orang tua! kamu hanya mau membayar 10% dari semua barang-barang jarahan ini kepada kami saja gayamu sok berkuasa! asal bapak tahu saja. Kami bisa mencari seorang bos yang mau berbagi lebih kepada kami. Mulai saat ini kami tak mau bekerja sama dengan bapak lagi!" ucap anak buah yang lainnya. Lalu mereka mengambil barang-barang hasil curian itu sesuka hati mereka dan menginggalkan bapak-bapak tua itu sendirian dengan beberapa bagian yang masih tersisa dengan gerobaknya. Bapak-bapak itu masih bersikeras dapat mengangkut barang-barang itu sendirian. Namun ternyata benar apa kata mereka; gerobak bawaan ini terlalu berat karena isinya. karena keserakahannya sendiri. "Sial! aku tidak mau sendirian menjadi korban amukan mereka. Aku harus mencari cara!" untung bagi bapak itu ketika ia melihatku yang sedang berjalan sendirian di jalan itu karena sepulang bekerja dari toserba yang letaknya tak jauh dari sana.
"Hei kamu yang disana!" seru bapak itu kepadaku "Ya! aku mau berbagi sesuatu kepadamu. Kujamin kamu tak akan meyesal" lalu, aku yang saat itu belum mengerti apa yang terjadi segera menurut dan datang kepadanya. Aku sama sekali tidak curiga dengan apa yang ada di dalam gerobak yang berada di dekatnya itu. Lagipula tawarannya cukup menarik.
"Memangnya apa yang ingin bapak bagikan kepadaku?" setibaku disana
"Kamu lihat apa yang ada di dalam geobak itu? kulihat hidupmu cukup sulit, jadi aku ingin berbagi apa yang ada di dalam gerobak ini, tentu setelah aku mengambil beberapa bagianku. Sisanya terserah padamu"
" Tapi, pak? aku tidak mengerti. apakah ini barang curian?" tanyaku curiga setelah kulihat berbagai macam barang mewah yang tergeletak begitu saja di dalam gerobak itu. Bapak-bapak itu segera mengambil beberapa barang dari gerobak itu.
"Tenang saja, ini bukan barang curian" lalu bapak-bapak itu pun berlari dan pergi menjauhiku dan sosoknya yang semakin lama semakin mengecil akhirnya hilang ditelan gelapnya malam. Aku yang masih kebingunan dan sama sekali tak tahu apa yang saat itu tengah terjadi akhirnya hanya dapat melihat isi di dalam gerobak itu.
Selang beberapa saat kemudian terdapat sebuah sinar api yang semakin lama semakin besar menghampiriku. Ketika cahaya itu mendekat dan menyinari siapakah pemilik api itu, ternyata mereka adalah segerombol orang yang penuh emosi dan memburu  berlari mendatangiku. wajah mereka begitu bringas dengan berbagai senjata tajam dan obor yang menemani mereka.
"Itu dia malingnya!" seru salah seorang yang berdiri paling depan sambil memegangi obor. mungkin dialah pemimpin gerombolan itu.
"Dasar tidak tahu diuntung! sudah bagus diberi pekerjan oleh Pak Haji pemilik toserba itu, tak tahunya ia masih mau memalingi tetangganya!?" Seru yang lainnya. Baru kusadari bahwa benar perasaanku bahwa bapak-bapak itu tadi adalah seorang pencuri. Wajahku semakin lama semakin pucat dengan seiring mendekatnya mereka kepadaku.
"Iya benar! dia pencurinya. lihat barang-barang yang berada di gerobak ini. ini semua barang-barang curiannya!" seru salah seorang yang lainnya setelah ia melihat isi gerobak yang berada disebelahku. Beberapa dari mereka kemudian melihat gerobak itu untuk membuktikannya. Dan dengan raut wajah mereka membuktikan bahwa benar bahwa barang-barang itu adalah hasil curian.
"Tunggu dulu. aku benar-benar tidak tahu apa-apa!" ucapku membela diri. namun mereka semua tidak mau tahu dan akhirnya mengeroyokiku dengan membabi buta "Ayo kita bawa dia ke kantor polisi! biar dia tahu apa akibatnya kalau mencoba mencuri di desa kami" ahirnya mereka pun berbondong-bondong mengiringiku yang sudah babak belur ini ke kantor polisi. Sumpah serapah tak berhenti mereka ucapkan selagi di dalam perjalanan.
"Pak! dia telah mencuri barang-barang berharga di kampung kami! mohon dihukum seberat-beratnya dan setimpal-timpalnya" ucap salah seorang gerombolan itu sesampainya kami di kantor polisi terdekat. Lalu mereka pun pergi meninggalkanku yang diintrogasi oleh polisi dengan cara yang sangat kasar.

***

Beberapa bulan setelah kejadian penangkapan itu. Polisi sudah membuktikan bahwa memang sesungguhnya aku tidak bersalah. dan betapa mengejutkan bahwa bapak-bapak di malam itu menyerehkan gerobak itu sehingga mengantarkanku ke tahanan ini adalah seorang saudagar kaya di kampung kami yang kata orang adalah seorang pengusaha sukses. Beberapa anak buah yang membantunya di malam itu pun juga sudah tertangkap semua dan aku dibebaskan dari tuduhan ini dan dibiarkan bebas meninggalkan penjara.
Walaupun memang aku tidak berasalah, namun bukan berarati aku terbebas dari tatapan sinis mereka, orang-orang kampung itu. Namun aku tidak peduli. aku tetap berjalan menuju rumahku yang berada di sudut kampung itu.
Rumah reyot yang sepertinya sudah lama tidak diurus. Bukan salah mereka yang tidak tahu apa-apa yang telah terjadi. bukan salah nenekku pula yang sudah sangat renta bahkan untuk membantuku membereskan rumah saja dia takkan sanggup. Pintu rumah itu berdenyit ketika kubuka. Dan ketika kumasuki rumah itu sebuah suara seorang nenek-nenek memanggilku.
"Cah bagus, kamu sudah pulang?"
"Ya, nek. aku sudah pulang. nenek ada dimana? aku membawa sedikit makanan untuk kita"
"Nenek ada di kamar. Segeralah kemari. Nenek rindu sama kamu"
"Ya, nek. Aku segera kesana" setibanya disana, kulihat dia sedang terbaring lemah di atas sebuah tempat tidur berbahan kapuk. Tubuhnya semakin mengurus sehingga denyut jantungnya pun terlihat jelas olehku. wajahnya pucat dan kerputnya semakin menjadi.
"Nenek sakit? nenek sudah minum obat?" tanyaku setelah aku menghampiri tempat tidur nenek. Nenek hanya menggeleng lemah "Kenapa nenek belum minum obat? nenek kan lagi sakit" tanyaku prihatin.
"Cah bagus, nenek hanya keletihan, mungkin setelah nenek tertidur nenek akan sembuh. cah bagus tak usah kuatir"
"Tapi benar, ya. Nenek harus sembuh. Semenjak ayah ibuku meninggal dan kakak-kakak sudah pergi meninggalkan kampung ini dan merantau ke jakarta, hanya nenek yang kupunya"
"Iya, cah bagus. nenek pasti sembuh"
"Nah, sekarang nek, nenek harus makan yang banyak biar cepat sembuh" setelah itu aku bergegas ke dapur untuk mengambil peralatan makan dan segelas air. Setelah menghidangkan makanan, aku menyuapinya makan dan dia segera tidur.
***
Nenek bohong padaku! katanya dia akan cepat sembuh、 tapi mengapa penyakitnya menjadi semakin parah? bahkan untuk berdiri dan pergi ke ruang makan hanya untuk sekedar makan saja tak sanggup. Aku tidak boleh begini terus. Aku harus segera mencari pekerjaan untuk biaya berobat nenekku. tak bisa ditunda lagi.
Tanpa membuang waktu lagi aku segera meninggalkan nenek di rumah ini sendirian. Aku kembali melamar kerja di toserba milik pak haji itu namun beliau tak mau menerimaku karna predikatku sebagai bekas tahanan. Namun tak mungkin beliau langsung menolak permohonanku begitu saja. Pasti warga itu yang telah menghasutnya. Mereka memang keji! padahal mereka tidak tahu apa yang telah mereka perbuat.
Aku tak boleh menyerah dengan keadaan. Pasti masih banyak lapangan pekerjaan yang lainnya yang masih membutuhkan tenagaku. Walaupun kutahu dari begitu banyaknya lapangan kerja itu, pasti sedikit yang mau menerimaku. aku tak boleh menyerah! aku pasti bisa.
sayangnya memang tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Jangankan pekerjaan. Bahkan warga di kampungku ini tak ada yang mau meminjamkan uangnya kepadaku. Padahal kalau mereka memang tahu mengapa aku melakukan semua ini, mungkin hati mereka akan sedikit tergerak untuk membantuku. Keadaan nenek semakin parah. Dan aku semakin keras untuk mencari sebuah pekerjaan yang halal. Nenek pernah berpesan kepadaku; walaupun dunia ini memang kejam kepada kita, sebisa mungkin jangan melakukan kejahatan kepada sesama kita. karna kita tidak tahu apa masalah mereka.
akhirnya selama seminggu ini berjuang keras, akhirnya kudapatkan pekerjaan itu. Aku langsung bekerja di saat itu juga dan meminta sedikit gaji dari mandor pertambangan itu untuk makan dan berobat nenek. Aku beruntung mempunyai mandor yang baik hati seperti itu dan segera setelah membeli makanan yang layak makan dan membeli sedikit obat untuk nenek aku pulang kerumah.
***
sesampainya di rumah yang reot itu, entah mengapa tak kudengar suara nenek yang biasanya langsung tahu kalau aku telah sampai di rumah melalui derat pintu ini. Dan biasanya beliau langsung menyambutku dengan panggilan cah bagus. Namun mengapa suara itu tak ada? apakah warga sekitar yang memang sudah mengetahui keadaan nenek langsung membawa nenek untuk berobat ke puskesmas?
aku langsung mencari setiap sudut rumah kalau-kalau ternayata nenek masih ada di rumah ini. Dan ternyata dugaanku benar. Nenek masih tertidur di kamarnya dengan nyenyak. Nafasnya tidak ada dan jantungnya tidak berdetak. Namun aku masih berpikir positif kalau mungkin nenek memang sedang tertidur pulas. Langsung kusiapkan makan untuknya lalu membangunkan beliau untuk makan sebentar lalu minum obat setelah itu tidur kembali. 
setelah selesai menyiapkan makan. Aku langsung menggoyang-goyangkan tubuh nenek.
"Nek, ayo bangun. makan dulu”panggilku ambil menggoyang-goyangkan tubuh nenek yang sangat lemas dan ringan namun entah mengapa nenek sama sekali tidak bergeming. "Nek! ayo bangun, Nek. Nenek jangan bercanda!" aku semakin keras menggoyang-goyangkan tubuhnya. firasatku semakin memburuk karena nenek sama sekali tidak bergeming. Sekeras apapun usahaku untuk membangunkan nenek tetap saja tak ada hasil. Aku putus asa. mungkin nenek sudah tak ada. 
***
Hari ini, setelah seminggu aku bersikeras untuk tidak menguburkan jasad nenek, aku masih ingin tetap bersamanya. Hari ini sudah kuputuskan untuk menguburkan jasadnya supaya arwahnya bisa tenang.
Hari ini, sore ini di belakang pekarangan ruamhku, aku menguburkannya secara layak. hanya diriku dan beberapa tumbuhan liar serta matahari temaram, yang menyaksikan acara pelepasan ini. Sekarang aku tak punya apa-apa. mungkin sudah saatnya aku berjalan tanpa tujuan dan hanya menanti ajal

Kamis, 03 Juli 2014

Kancing seragam

     Suasana lorong itu masih sepi setelah beberapa menit ditinggal pergi oleh para siswanya. Cahaya matahari sore yang tersinar itu terpampang jelas di balik sebuah jendela besar dan akhirnya sinarnya menyinari kumpulan loker itu. suasana lorong itu sepi sampai-sampai yang terdengar hanya suara kumpulan burung yang kebetulan terbang melintasi bagian luar lorong itu.
     Perlahan-lahan sorang siswa datang menghampiri kumpulan loker itu. Matanya terus mengendap-endap kalau-kalau ia terpergok oleh seseorang yang tidak sengaja melihatnya. Ketika ia sampai di sebuah loker yang ditujunya, matanya masih terus mengendap-endap. Masih sama, tak ada seorangpun yang ada kecuali dirinya dan tak ada suara manusia sedikitpun kecuali suara dirinya. Dengan cepat ia mengeluarkan sebuah kunci kecil untuk membuka loker itu setelah itu ia memasukkan sebuah kotak kecil yang sedari tadi ia simpan di sakunya.
     "Tenang saja, kamu tidak akan menyadari bahwa kuncimu sempat kupinjam" gumamnya. Setelah ia menyelesaikan pekerjaannya dan mengantungi kunci kecil itu. Segera ia meninggalkan tempat itu dengan senyum yang sangat lebar.

 ***
     "Hei, kamu tahu Nino? si siwa populer itu. Aku mau kamu mencari tahu siapa saja siswi-siswi beruntung itu yang mendapatkan kancing seragamnya" perintah Nina kepada Nani.
     "Tapi buat apa? Memangnya kamu juga sama seperti mereka yang mengharapkan kancing itu? Itu, kan hanya benda mati..." ucap Nani
     "Itu lebih dari sekedar benda mati! haduh! kamu ini bagaimana, sih? Memangnya kamu gak tau apa mitos tentang si kancing itu? Makanya jangan kebanyakan baca buku-buku fiksi yang gak mutu gitu. Lihat, kan jadinya gimana? Sekarang cepat ikuti dia!"
     "Tapi nanti kalau ketahuan, gimana?"
     "Aku gak mau tahu! pokoknya ikutin dia dan kalau sampai kepergok jangan bawa-bawa nama aku"
     "Tapi kan..."
    "Cepat sebelum kotak pensil ini melayang!" lalu Nani pun segera menuruti perintah Nina.

***
Keadaan luar kelas begitu ramai. Mereka semua begitu antusias merayakan hari terakhirnya di dalam sekolah ini. Sebagian besar siswi berusaha mendapatkan kancing seragam dari siswa-siswa yang telah lama ditaksirnya. Nani yang  seumur hidupnya belum pernah merasakan jatuh cinta sampai kini masih belum mengerti untuk apa mereka semua melakukan hal seperti itu. Lagipula, kalaupun ia sedang merasakan jatuh cinta, memangnya ada yang peduli?
     Nani berjalan-jalan menyisiri setiap sudut sekolah. Kepalanya tidak mau berhenti melihat-lihat sekelilingnya untuk mencari sosok yang ditugaskan Nina. Sampai pada akhirnya ia melihat kerumunan siswi yang sangat banyak. Nani yang penasaran dengan apa yang menjadi objek kerumunan itu segera berbaur dengan mereka. Dan akhirnya ia menemukan objek pengawasannya.
     Sosok pria itu tinggi dan berisi dan juga berbentuk. Rambut pendeknya yang hitam berkilau, wajahnya yang sangat maskulin dengan rahangnya yang tegas dan warna kulitnya yang sawo matang itu membuat hampir semua siswi di sekolah ini tergila-gila padanya.
     "Berikan aku kancing seragammu, Nino" pinta seorang siswi yang berdiri di samping Nani dan disambut dengan suara siswi yang lainnya yang ada di dalam kerumunan itu. Nani tetap fokus untuk tidak kehilangan pandangannya terhadap Nino di dalam keadaan sesak seperti itu, dan ia melihat pria itu memutuskan salah satu kancing seragamnya dan memberikannya kepada salah seorang siswi yang berada tepat didepannya. Keadaan kerumunan itu makin menyesakkan karena mereka semakin agresif.
     "Fuah! akhirnya aku keluar juga dari kerumunan itu! dasar para gadis.... mengerikan sekali!" omel Nani sambil mengumpulkan nafasnya sebentar. Ketika ia sadar, ia kehilangan Nino dari pandangannya "Aduh! kemana dia?" dengan langkah cepat ia mencari sosok itu dan beberapa langkah kemudian ia menemukannya. Sambil terus mengawasi Nino, Nani mulai berfikir kali ini ia sedang memberikan kancing ketiga miliknya kepada gadis beruntung yang lainnya. Dua kancing yang diberikannya sejauh ini hanya kepada gadis-gadis idola. Mungkinkah ia juga sama seperti para siswa lainnya? Kira-kira Nina juga termasuk siswi popluler, tidak, ya? dan juga, kemanakah hilangnya kancing keduanya?
     Ternyata dugaan Nani mengenai gadis yang beruntung itu salah. Tidak semua gadis idola yang mendapatkan kancing itu. Buktinya siswi-siswi yang kurang populer juga beruntung mendapatkan kancing itu. Tapi dari keempat kancing itu tidak ada yang diberikan kepada Nina. Kepalanya tertunduk dan langkahnya pelan menuju tempat pertemuannya dengan Nina. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
      "Nino!" kejut Nani. Nino segera berdiri di depan Nani.
     "Kaget, ya? hahaha. Memangnya tidak capek, apa ngikutin aku terus? seperti tidak ada kerjaan lain saja"
     "Aku disuruh Nina. Oh iya, kamu kenapa tidak memberikan kancing seragammu kepadanya? Dan juga, kancing seragammu yang kedua itu kamu berikan ke siapa?"
     "Memanganya untuk apa aku memberikan kancingku kepadanya? Aku tidak suka padanya.  Dan kancing kedua itu, nanti kamu juga akan tahu siapa siswi itu. Bukan siswi itu yang beruntung mendapatkan kancing kedua milikku. Tapi, aku yang beruntung" lalu Nino pergi meninggalkan Nani yang keadaannya masih bingung. Nani yang tersadar dari lamunannya segera melanjutkan perjalanannya ke tempat pertemuan.

***
     "Kancingnya sudah habis" lapor Nani sesampainya di tempat pertemuan
     "Dan aku tidak mendapatkan kancing itu? Menyebalkan!" dan Nina pun terus menggerutu. Setelah berjalan mondar-mandir beberapa putaran, ia melihat Nani yang terus duduk memperhatikannya "kamu mendapatkan kancingnya?"
     "Tidak" jawab Nani polos
     "Siapa saja siswi yang beruntung itu" tanya Nina
     "Rani, Rina, Ina dan Ani" jawab Nani.
     "Huh! ya sudah. Sekarang pergi tinggalkan aku sendiri!" usir Nina dan Nani pergi meninggalkan tempat itu.

***
     Sekolah sudah jadi sepi. Semua siswa dan siswi sudah pulang ke rumahnya masing-masing. Nani mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tasnya dan membuka lokernya dengan kunci itu untuk mengosongkan tempat itu karena mulai besok sudah bukan lagi miliknya. Ketika pintunya terbuka, ia melihat sebuah kotak kecil misterius. Kotak dari kertas itu berwarna hijau muda, warna favoritnya dan dihiasi oleh pita berwarna merah muda. Dengan takut-takut penasaran  ia membuka kotak itu dan isinya adalah sebuah kancing seragam siswa dan sebuah surat kecil yang wangi. Bau itu adalah bau bunga favoritnya. Ketika ia  membaca surat itu, terkejutlah ia.

Aku sudah tahu kalau kamu pasti akan mengikutiku karena Nina
Dan kamu pasti penasaran kemanakah kancing kedua milikku telah kuberikan
kancing yang berada di genggamanmu itu adalah kancing kedua milikku.
Dijaga, ya...
(Dari Nino)

ps: aku cinta kamu